Beberapa waktu lalu saya agak kaget mendengar cerita seorang teman saya tentang anak buahnya yang dua-duanya bekerja di Jakarta. Tempat gemerlap yang sering disapa sebagai "The City that never sleep".
Sebutlah teman saya ini namanya Bunga (nama samaran); Beliau punya anak buah yang bernama Mawar yang usianya tidak jauh berbeda. Karena tuntutan pekerjaan, Bunga mengajak Mawar untuk pergi ke luar kota berkunjung ke pabrik yang letaknya jauh dari perkotaan dan relatif ada sedikit sekali penerangan dari lampu listrik; saat itu malam hari selepas makan malam dan Mawar bertanya kepada Bunga "Kak Bunga, apa itu di langit seperti titik-titik bercahaya?". Bunga terheran tentang apa yang dibicarakan. Setelah beberapa lama "back and forth" Mawar menunjuk dan menjelaskan, Bunga baru menyadari bahwa yang dimaksud adalah kerlip bintang di langit. Iya betul, selama di Jakarta dari kecil hingga lulus kuliah bahkan hingga bekerja; Mawar tidak pernah melihat yang namanya Bintang.
Begitulah efek dari polusi cahaya di Jakarta dan di beberapa kota lainnya. Bahkan di Newyork, saat terjadi bencana "Black Out" dimana semua listrik mati total, polisi menerima banyak laporan tentang benda-benda kecil bercahaya di langit, sebagian berbentuk seperti kabut. Dan yang mereka maksud adalah bintang dan galaksi Bimasakti atau Milkyway. Saat saya masih SD, kebetulan tinggalnya di sebuah desa pinggiran kota di kota Tabanan - Bali. Tidak banyak polusi cahaya waktu itu, jadi pada musim-musim cerah; jelas sekali terlihat banyak sekali kabut. Waktu itu penjelasan dari guru-guru saya, itu adalah asteroid (SD kelas 5sudah diajari tentang benda-benda langit). Saya juga mempercayainya, hingga akhirnya baru tersadar yang saya lihat selama ini adalah gugusan galaksi Bimasakti atau Milkyway di tahun 2008/2009 (hampir 20 tahun juga saya berprasangka salah kepada benda ini).
"Jaka Sembung Bawa Golok", gak nyambung memang bahwa jika diterjemahkan, kata Milkyway berarti jalur susu atau jalur bersusu (Agak Porno Sedikit Jadinya). Tapi dalam bahasa Indonesia, benda tersebut dinamakan Bimasakti. Sebenarnya kenapa benda tersebut dinamakan Milkyway? (Jalur susu atau jalur bersusu).
Cerita bermulai di Yunani.
Mitologi Yunani menceritakan tentang kelahiran Herakles (Hercules dalam cerita Romawi), anak dari raja para Dewa yaitu Zeus dengan ibu bernama Alcmene yang manusia biasa.
Hera (Dewi Hera), istri Zeus yang pencemburu suatu hari bertemu dengan Hercules dan menyusuinya (entah dapat ASI darimana padahal waktu itu Hera sedang tidak habis melahirkan, namanya juga cerita - terima-terima aja lah).
Tahu sendiri kan, Hercules itu bayi setengah dewa, kalo nabrak pintu - pintunya minta maaf. Entah ada masalah apa, Hercules menggigit puting Hera dengan kuatnya. Hera yang terkejut kesakitan melempar Hercules dan tumpahlah susu dari putingnya, berceceran di langit dan membentuk semacam jalur berkabut. Tumpahan susu ini kemudian dinamakan “Jalan Susu".
Demikianlah imajinasi orang-orang Yunani menamakan kabut tersebut, atau galaxias dalam Bahasa Yunani. Oleh orang-orang Romawi kuno, yang mitologinya kurang lebih sama dengan mitologi Yunani, galaxias diadaptasi menjadi Via Lactea atau “Jalan Susu” dalam Bahasa Latin. Dari sini pulalah kita memperoleh nama Milky Way yang juga berarti “Jalan Susu” dalam Bahasa Inggris.
Faktanya itu bukan kabut, itu adalah triliunan bintang sebesar Matahari yang terkumpul pada suatu lokasi, dan karena saking jauhnya dan saking banyaknya jadi terlihat seperti kabut.